Shalat Jumat merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mukallaf, bermukim, dan tidak mengalami uzur yang memungkinkan untuk meninggalkan shalat Jumat. Namun, terkadang seseorang dapat terjebak dalam situasi macet saat dalam perjalanan menuju tempat tertentu, yang membuat pelaksanaan shalat Jumat menjadi sulit.
Uzur yang memperbolehkan seseorang untuk tidak menghadiri shalat Jumat sama dengan uzur yang memungkinkan untuk meninggalkan shalat jamaah. Menurut Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, ada dua kaidah dalam batasan uzur yang dapat menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Pertama, jika terdapat kepayahan yang parah dalam menghadiri Jumat, seperti akibat sakit, cuaca ekstrem, dan sejenisnya. Kedua, jika menghadiri Jumat berdampak terbengkalainya kemashlahatan yang tidak dapat digantikan orang lain.
Dalam konteks ini, ulama menjelaskan bahwa termasuk dalam uzur Jumat adalah ditinggal oleh rekan rombongan jika hal tersebut menyebabkan keresahan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh masyaqqah (kesulitan) yang ditimbulkan akibat ditinggal oleh rekan rombongan.
Dalam referensi yang dikemukakan, masyaqqah berupa keresahan saat memaksakan diri menghadiri shalat Jumat sudah cukup untuk menggugurkan kewajiban tersebut. Terlebih lagi, terjebak dalam situasi macet di perjalanan juga termasuk dalam uzur tersebut. Dengan demikian, dalam kondisi macet perjalanan yang amat parah, seseorang diperbolehkan untuk meninggalkan shalat Jumat. Namun, saat tiba di tempat tujuan, wajib baginya untuk melaksanakan shalat zhuhur.
Hukum ini berlaku bagi orang yang benar-benar kesulitan menemui jumatan, baik di perjalanan maupun di tempat tujuan. Apabila masih memungkinkan untuk menemui jumatan setelah kemacetan berlalu tanpa ada kesulitan, maka tetap diwajibkan melaksanakan shalat Jumat. Semoga penjelasan ini bermanfaat dan menjadikan pemahaman kita lebih baik.