Pada artikel ini, akan dibahas mengenai akad bai’ murabahah dalam perspektif syariah. Akad bai’ murabahah merupakan jenis akad jual beli dimana harga beli barang sudah ditetapkan kepada pembeli, dan pembeli membayar harga tersebut dengan tambahan keuntungan sebagai laba bagi penjual. Syariat tidak mengatur mengenai pihak pembeli yang dapat berupa individu, badan usaha, atau instansi formal maupun informal. Titik fokus syariat dalam kebolehan pelaku jual beli terletak pada aspek kepemilikan barang yang diperdagangkan.
Dalam akad bai’ murabahah, terdapat dua jenis kewenangan, yaitu kewenangan langsung dan tidak langsung. Kewenangan langsung berarti penjual dan pembeli langsung melakukan akad jual beli, sementara kewenangan tidak langsung melibatkan wakil dari pembeli atau wali atas pemilik barang yang diperdagangkan. Aset yang diperdagangkan merupakan hasil pertukaran dengan uang. Akad ini juga dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu bai’ al-murabahah al-‘adiyah dan bai’ al-murabahah li al-amiri bi al-syira’.
Dalam transaksi bai’ murabahah, penjual menawarkan barang dagangan kepada calon pembeli tanpa memperhatikan apakah barang tersebut akan terjual atau tidak. Lembaga Keuangan Syariah seringkali menggunakan skema murabahah untuk memenuhi kebutuhan nasabah, seperti petani. Metode tas’ir (penentuan harga) dalam transaksi murabahah lebih banyak ditentukan oleh lembaga tersebut. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau angsuran.
Untuk transaksi dengan angsuran, disebut sebagai bai’ bi al-tsamani al-ajil atau deferred payment sale. Pembiayaan dengan metode murabahah umumnya digunakan untuk jangka waktu pendek atau modal kerja. Dalam praktiknya, Lembaga Keuangan Syariah memberikan informasi mengenai margin keuntungan kepada nasabah. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama terkait pembiayaan jangka panjang yang tidak memberitahukan margin keuntungan kepada nasabah.
Selain itu, terdapat kontroversi terkait akad bai’ bi al-tsamani al-ajil dalam pandangan ulama kontemporer. Beberapa ulama memperbolehkannya dengan syarat instrumen yang digunakan harus sah. Fatwa DSN MUI juga mengatur kebolehan transaksi ini dengan catatan tertentu. Praktik bai’ bi al-tsamani al-ajil sering diterapkan dalam transaksi seperti pembelian rumah dari pengembang.
Dengan demikian, akad bai’ murabahah memiliki beragam aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perspektif syariah. Berbagai perbedaan pendapat di kalangan ulama juga menunjukkan kompleksitas dalam penerapan akad ini dalam transaksi keuangan syariah.