Shalat Jumat adalah salah satu ibadah penting dalam agama Islam. Salah satu syarat keabsahan shalat Jumat adalah didahului dengan dua khutbah. Kewajiban dua khutbah ini telah disepakati oleh seluruh ulama, kecuali pendapat Hasan al-Bashri yang menganggapnya sebagai sunnah.
Dalam hadits Nabi, disebutkan bahwa Rasulullah Saw biasa berkhutbah dengan berdiri, duduk, lalu berdiri lagi untuk melanjutkan khutbahnya. Awalnya, khutbah Jumat dilakukan setelah pelaksanaan shalat Jumat, namun kemudian berubah menjadi sebelum shalat. Perubahan ini terjadi ketika penduduk Madinah mengalami kelaparan dan terganggu ketika seorang pedagang membawa barang dagangan di tengah-tengah khutbah Nabi Saw.
Dalam madzhab Syafi’i, khutbah Jumat memiliki 5 rukun, di antaranya membaca hamdalah, shalawat, wasiat takwa, ayat suci al-Qur’an, dan doa untuk kaum Muslimin. Penting untuk menggunakan bahasa Arab dalam membaca rukun-rukun tersebut, namun penggunaan bahasa non-Arab seperti bahasa Indonesia juga diperbolehkan.
Syarat menggunakan bahasa Arab hanya berlaku untuk rukun-rukun khutbah. Selain itu, isi khutbah boleh menggunakan bahasa non-Arab asalkan rukun-rukun khutbah tetap menggunakan bahasa Arab. Hal ini telah dijelaskan oleh beberapa ulama dalam kitab-kitab fiqih.
Dengan demikian, kewajiban berkhutbah dengan bahasa Indonesia atau bahasa non-Arab lainnya tetap memperhatikan penggunaan bahasa Arab dalam rukun-rukun khutbah. Semoga informasi ini bermanfaat bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah shalat Jumat dengan baik dan benar.