Lisan kita memiliki potensi besar untuk melakukan berbagai kemaksiatan, seperti caci-maki, ghibah, namimah, bohong, sumpah palsu, tuduh, dan lain sebagainya. Rasulullah SAW pernah mengaitkan keimanan kepada Allah serta Hari Kiamat dengan perkataan yang baik atau diam. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin mencatat 20 jenis maksiat yang sering dilakukan melalui lisan manusia. Pada 20 tempat inilah manusia sering terjerumus dalam kemaksiatan lisan, dan hanya mereka yang mampu berdiam dengan kunci mulutlah yang selamat.
Salah satu bentuk kemaksiatan lisan adalah berfatwa tanpa ilmu yang pasti. Habib Abdullah bin Husein bin Tahir Ba’alawi dalam karyanya Is’adur Rafiq wa Bughyatus Shadiq juga menyoroti hal ini sebagai salah satu dosa lisan.
Rasulullah SAW bersabda bahwa orang yang paling berani dalam berfatwa adalah orang yang paling berani di hadapan api neraka. Oleh karena itu, seseorang yang membaca beberapa kitab tanpa menjadi ahli fatwa sejati seharusnya tidak mengeluarkan fatwa kecuali atas hal-hal yang dia ketahui dengan pasti dalam madzhabnya.
Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa sangat dilarang keras untuk mengeluarkan fatwa tanpa dasar pengetahuan yang utuh dan mendalam. Seorang mufti harus memenuhi syarat-syarat tertentu terkait kapasitasnya, seperti pemahaman yang mendalam tentang keislaman dan pengetahuan bahasa Arab yang memadai.
Pengetahuan dasar tersebut meliputi penguasaan ilmu bahasa Arab (nahwu, sharaf, balaghah, manthiq), pemahaman ayat-ayat dan hadits-hadits hukum, pengetahuan tentang hukum-hukum dalam madzhabnya, kemampuan untuk membela putusan hukum dari imam madzhabnya, serta pemahaman yang baik terhadap permasalahan yang diajukan oleh mustafti.
Kita perlu memahami bahwa orang awam sebaiknya tidak bergairah untuk mengeluarkan fatwa. Orang yang memberikan fatwa akan bertanggung jawab di akhirat atas fatwanya. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati agar tidak terjerumus dalam tanggung jawab yang tidak kita pahami.
Fatwa yang dikeluarkan tanpa pemahaman mendalam mengenai suatu masalah dapat menyesatkan banyak orang. Kita patut waspada terhadap kemungkinan sebagian ustadz yang dengan cepat memberikan fatwa tanpa kajian yang matang. Bahkan dalam masalah-masalah kompleks yang membutuhkan penelitian lapangan dan studi mendalam, sebagian ustadz seringkali memberikan fatwa tanpa persiapan yang cukup.
Semoga dengan menghindari kemaksiatan lisan dan memperdalam pengetahuan kita, kita dapat terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh kemaksiatan lisan. Semoga Allah senantiasa melindungi kita. Amin.