Sebagian masyarakat masih memiliki keraguan terkait peringatan tahunan (haul) bagi orang yang telah meninggal dunia. KH MA Sahal Mahfudh, yang telah wafat 1.000 hari yang lalu, memberikan pandangan mengenai tata cara dan hukum melaksanakan haul.

Haul merupakan suatu kegiatan yang lazim dilakukan untuk memperingati seseorang yang telah meninggal, baik oleh organisasi maupun perorangan. Kegiatan haul dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang sederhana seperti membaca tahlil atau khatmil Qur’an hingga pengajian umum dengan mengundang dai atau ulama, yang bertujuan untuk memberikan dakwah dan syiar agama kepada masyarakat umum.

Menurut KH MA Sahal Mahfudh, upacara haul adalah kegiatan yang diperbolehkan dan memiliki manfaat besar bagi umat. Status hukum haul sangat tergantung pada bentuk kegiatan dan rangkaian acaranya. Haul memiliki makna etimologi dalam literatur fiqih terkait syarat wajibnya zakat pada hewan ternak, emas, perak, dan harta dagangan. Oleh karena itu, haul berarti kekayaan harus dizakati setelah berumur satu tahun.

Rangkaian acara haul yang tepat menurut KH MA Sahal Mahfudh mencakup tiga muatan utama, yaitu tahlilan dengan doa kepada si mayyit, pengajian umum dengan pembahasan sejarah singkat orang yang dihauli, serta pemberian sedekah kepada orang yang hadir atau disalurkan kepada rumah-rumah.

Dalam hal tahlil dan doa untuk mayyit, KH MA Sahal Mahfudh merujuk pada Kitab Hujjah Ahl Sunnah wal Jama’ah yang menyatakan bahwa pahala ibadah atau amal sholeh yang dilakukan oleh orang yang masih hidup dapat sampai kepada si mayyit. Sedangkan pengajian adalah salah satu bentuk dakwah yang dapat memberikan wawasan dan bimbingan bagi umat.

Pemberian sedekah kepada mayyit juga diperbolehkan menurut pandangan KH MA Sahal Mahfudh karena hal ini termasuk dalam amal sholeh. Meskipun telah meninggalkan kita selama seribu hari, beliau tetap memberikan tuntunan yang berharga bagi umat Islam. Alfatihah…