Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang diangkat tinggi oleh Allah SWT. Di dalamnya, terdapat kewajiban haji bagi umat Islam yang mampu melakukannya. Bagi yang tidak mampu menunaikan haji, dianjurkan untuk memperbanyak amalan sunah seperti sedekah, shalat, dan puasa. Kesempatan untuk beribadah diberikan kepada semua orang, tidak hanya kepada jama’ah haji.
Anjuran untuk memperbanyak amalan saleh di bulan Dzulhijjah didasari beberapa hadits. Salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas dalam Sunan At-Tirmidzi yang menyatakan bahwa sepuluh hari pertama Dzulhijjah sangat disukai oleh Allah SWT untuk beribadah.
Meskipun hadits tersebut menunjukkan pentingnya beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijjah, banyak ulama menggunakan hadits tersebut sebagai dasar anjuran puasa sembilan hari di awal bulan tersebut. Ibnu Majah bahkan memberi judul bab hadits tersebut sebagai “shiyamul ‘asyr” (puasa sepuluh hari).
Puasa sepuluh hari di awal Dzulhijjah sangat dianjurkan, meskipun pada tanggal 10 Dzulhijjah dilarang untuk berpuasa karena bertepatan dengan ‘Idul Adha. An-Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “sepuluh hari” adalah sembilan hari, dimulai dari tanggal satu Dzulhijjah.
Dengan demikian, beramal sebanyak-banyaknya di bulan Dzulhijjah, khususnya puasa sembilan hari di awal bulan, sangat disunahkan. Rasulullah SAW bahkan menyamakan pahala beramal di sepuluh hari Dzulhijjah dengan mati syahid. Meskipun jihad memiliki keutamaan tersendiri, dalam kondisi aman dan damai seperti saat ini, memperbanyak amal ibadah di bulan Dzulhijjah, terutama puasa, sangat dianjurkan.