Nusyuz, yang sering diidentifikasi sebagai tindakan kedurhakaan istri terhadap suami, sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun, termasuk suami. Penting bagi kalangan laki-laki untuk memahami berbagai bentuk nusyuz, kekerasan, serta penanganannya guna mencegah konsekuensi negatif seperti kemurkaan Allah, retaknya rumah tangga, bahkan potensi tindakan kriminal.
Dalam kitab Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyin, Imam An-Nawawi menjelaskan tentang nusyuz yang dilakukan oleh para suami. Suami yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap istri, seperti memberikan nafkah atau membagi waktu dengan adil (bagi yang poligami), dapat ditekan oleh pemerintah atau pengadilan untuk memenuhi kewajibannya.
Jika suami bersikap buruk, menyakiti, atau bahkan memukul istri tanpa alasan yang jelas, pemerintah berkewajiban untuk menghentikan tindakan kekerasan tersebut. Jika perilaku tersebut terus dilakukan, sanksi akan diberlakukan terhadap suami tersebut.
Penting untuk dicatat bahwa pemukulan yang dimaksud tidak boleh melukai, menyakitkan, terutama pada bagian tubuh vital atau wajah istri yang merupakan pusat kecantikan wanita. Imam An-Nawawi menyarankan agar pemukulan dilakukan dengan menggunakan sapu tangan.
Pasangan yang akan menikah perlu memahami hukum positif, termasuk Undang-Undang yang mengatur kehidupan berumah tangga di Indonesia. Hal ini bertujuan agar setiap pasangan dapat menghindari tindakan kekerasan maupun aniaya dalam rumah tangga.
Perlu diingat bahwa seorang suami dapat dipenjara atas tindakan kekerasan, pemukulan, atau bentuk aniaya lain terhadap istri berdasarkan pasal kekerasan dalam rumah tangga. Begitu pun sebaliknya, istri juga memiliki perlindungan hukum yang sama.
Calon suami juga disarankan untuk mempelajari sikap Rasulullah SAW dalam berumah tangga, baik terhadap istri, anak, cucu, maupun tetangga. Hal ini penting agar keteladanan Rasulullah SAW dapat menjadi pedoman dalam kehidupan berumah tangga.