Syair klasik yang sering dinyanyikan oleh orang-orang tua pada era 1950-an masih menghiasi hati banyak orang hingga saat ini. Salah satu syair yang populer, yang juga dikenal sebagai karya Gus Dur, sering dihubungkan dengan sosok legenda yang sangat bijaksana dan humoris, yaitu Abu Nawas atau Abu Nuwas.
Tidaklah mengherankan jika syair berikut memiliki tempat istimewa di hati masyarakat yang baik. Selain memiliki makna yang dalam, syair ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembacanya, sebagaimana anjuran dari ulama besar Syekh Abdul Wahhab Sya’roni.
Dalam salah satu karya, Sayid Bakri bin M Sayid Syatho Dimyathi mengutip ucapan Syekh Abdul Wahhab Sya’roni tentang dua bait syair yang memiliki keistimewaan tersendiri. Bagi yang rajin membaca dua bait ini setiap hari Jumat, diyakini bahwa Allah akan menjemputnya dalam keadaan Islam tanpa keraguan sedikit pun.
Bait syair tersebut berbunyi:
$ begin{align*} & text{Ilahi lastu lil Firdausi ahla} & text{Wa la aqwa ala naril jahimi} & text{Fa hab li taubatan waghfir dzunubi} & text{Fainnaka ghafirudz dzanbil ‘azhimi} end{align*} $
Artinya:
“Tuhanku, aku bukanlah penghuni surga-Mu. Aku pun tidak sanggup masuk neraka. Karena itu, bukalah pintu tobat-Mu. Ampunilah segala dosaku. Sungguh Engkau Maha Pengampun.”
Meskipun tidak disebutkan secara spesifik berapa kali atau jam berapa syair ini dibaca, beberapa ulama merekomendasikan untuk membacanya lima kali setelah shalat Jumat.
Membaca syair ini lima kali setiap minggu terlihat sebagai amalan ringan namun penuh faedah. Oleh karena itu, sebaiknya tidak mengabaikannya begitu saja. Syair ini dapat dibaca sebelum meninggalkan sajadah setelah shalat Jumat atau bahkan setelah shalat Ashar. Wallahu A‘lam.