Dalam kajian fikih, terdapat istilah al-‘aqdain fil ‘aqd atau al-bai’ain fi al-bai’ah yang merujuk pada dua akad yang terkumpul dalam sebuah transaksi. Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hanbal dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud RA, telah melarang model transaksi semacam ini. Para fuqaha menjelaskan al-‘aqdain fil ‘aqd ini ke dalam tiga model.
Pertama, model yang melibatkan dua harga dalam jual beli. Contohnya, jika seseorang menawarkan baju dengan harga sepuluh dirham jika dibayar tunai, dan dua puluh dirham jika dibayar secara kredit. Jika kedua pihak berpisah tanpa kesepakatan harga mana yang akan diterapkan, maka jual beli tersebut dianggap fasid. Hal ini disebabkan ketidakjelasan harga mana yang disepakati. Namun, jika sebelum berpisah kedua pihak bersepakat pada salah satu harga, maka transaksi tersebut menjadi sah karena harga telah ditetapkan secara jelas.
Kedua, Imam Syafi’i mendefinisikan al-‘aqdain fil ‘aqd sebagai jual beli bersyarat. Misalnya, jika seseorang mengatakan, “Saya jual rumahku kepadamu dengan harga sekian, tetapi engkau harus menikahkan putramu dengan putriku.” Dalam kasus ini, ketidakjelasan harga menyebabkan transaksi menjadi tidak sah.
Ketiga, al-‘aqdain fil ‘aqd juga mencakup penggabungan transaksi kedua ke dalam transaksi pertama yang belum selesai. Contohnya, seseorang memesan barang dengan jangka waktu tertentu dan harga sudah ditentukan. Namun, ketika waktu pemesanan tiba, pihak yang dipesan meminta untuk menjual barang tersebut dengan harga baru sambil memperpanjang jangka waktu. Transaksi ini dianggap fasid karena akad kedua telah menyusup ke dalam akad pertama.
Dalam konteks ini, para ahli fikih sering menganalisis model-model transaksi multi level marketing (MLM) yang semakin bervariasi melalui perspektif al-‘aqdain fil ‘aqd. Setidaknya, MLM dapat diklasifikasikan ke dalam tiga model.
Model pertama adalah MLM yang mewajibkan pendaftaran member dengan sejumlah pembayaran uang dan pembelian produk. Pada saat yang sama, member tersebut juga berfungsi sebagai referee atau makelar bagi perusahaan dengan merekrut anggota lain. Dalam model ini, transaksi jual beli dan pemakelaran terjadi secara bersamaan dalam satu akad.
Model kedua adalah MLM yang membuka pendaftaran member tanpa mewajibkan pembelian produk. Namun, untuk menjadi member, seseorang tetap harus membayar sejumlah uang tertentu. Membership ini berpotensi mendapatkan bonus dari pembelian di masa depan maupun dari jaringan di bawahnya. Hal ini juga termasuk dalam kategori al-‘aqdain fil ‘aqd karena terdapat akad membership dan akad pemakelaran yang saling berhubungan.
Model ketiga adalah MLM yang menawarkan membership tanpa syarat pembelian produk. Dalam hal ini, akad membership tidak terikat pada zat maupun jasa, melainkan pada jaminan menerima bonus di masa mendatang jika melakukan pembelian. Ini berbeda dengan orang yang membeli produk untuk mendapatkan diskon melalui kartu yang diberikan setelah transaksi jual beli. Model ketiga ini menciptakan situasi di mana pihak-pihak yang terlibat tidak melakukan transaksi nyata, melainkan hanya terlibat dalam permainan bisnis yang mirip perjudian.
Dengan demikian, pemahaman tentang al-‘aqdain fil ‘aqd sangat penting dalam menganalisis berbagai model MLM yang ada saat ini.