Dalam proses menuntut ilmu, salah satu etika yang harus dimiliki oleh seorang murid adalah sikap tawadhu terhadap gurunya. Di hadapan guru, murid seharusnya bersikap seperti pasien yang tidak mengetahui apapun tentang penyakitnya di hadapan dokter yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam mengobatinya. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa murid tidak boleh menyombongkan ilmunya maupun menentang guru, melainkan harus sepenuhnya tunduk dan mematuhi nasihatnya, seperti kepatuhan seorang pasien kepada dokter yang berpengalaman.
Analogi yang diungkapkan oleh Al-Ghazali sangat tepat. Posisi murid terhadap guru bagaikan pasien yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada dokter untuk diobati. Bahkan, ketundukan murid kepada guru seharusnya lebih besar dibandingkan ketundukan pasien kepada dokter, karena guru berperan dalam mengobati kebodohan. Sayyid Murtadla az-Zabidi menegaskan bahwa murid harus patuh secara total kepada guru, layaknya mayit di hadapan orang yang memandikannya.
Contoh ketawadhuan dapat dilihat dari kisah Ibnu Abbas (RA), keponakan Nabi Muhammad (SAW). Ketika Zaid bin Tsabit (RA) selesai melaksanakan shalat jenazah, Ibnu Abbas (RA) berusaha menghormatinya dengan memberikan hewan baghal untuk dinaiki Zaid (RA). Meskipun Zaid (RA) merasa tidak enak, Ibnu Abbas (RA) tetap berpegang pada ajaran untuk menghormati ulama.
Al-Ghazali juga menekankan bahwa salah satu bentuk penghormatan murid kepada guru adalah dengan menerima pendapat guru, meskipun murid memiliki pendapat sendiri. Terkadang, apa yang terlihat janggal pada guru menyimpan rahasia yang tidak diketahui murid. Kisah Nabi Musa (AS) yang berguru kepada Nabi Khidlir (AS) menunjukkan bahwa seorang murid harus menuruti apa yang dikatakan gurunya, bahkan jika ada kejanggalan, selama tidak bertentangan dengan syari’at.
Meskipun ada anjuran untuk bertanya bagi yang tidak tahu, Al-Ghazali mengingatkan bahwa murid sebaiknya meminta izin kepada guru sebelum mengajukan pertanyaan. Guru lebih memahami kesiapan murid untuk menerima jawaban atas pertanyaannya. Sikap sombong yang ditunjukkan murid yang hanya mau belajar dari guru terkenal juga menjadi peringatan, karena seorang murid seharusnya tidak memilih-milih guru.
Rasulullah (SAW) mengajarkan bahwa ilmu adalah barang hilang bagi orang mukmin, dan seharusnya diambil di mana pun ia menemukannya. Dalam konteks ini, pentingnya sifat tawadhu murid terhadap guru menjadi sangat relevan, terutama saat ini ketika banyak murid tidak lagi menghargai guru. Sudahkah kita menjadi murid yang baik, yang mengedepankan sikap tawadhu terhadap guru?