Ketika seseorang meninggal dunia akibat kecelakaan atau bencana, sering kali tubuhnya mengalami kerusakan yang signifikan. Bagaimana seharusnya pemulasaraan dilakukan dalam kondisi seperti ini? Di samping itu, bagaimana alam barzakh dihadapi oleh jenazah yang mengalami kematian tersebut?
Dalam perspektif akhlak tasawuf, kematian syahid dibagi menjadi tiga kategori, yaitu syahid dunia sekaligus akhirat, syahid dunia, dan syahid akhirat. Syahid dunia sekaligus akhirat adalah orang yang meninggal dunia dalam peperangan melawan musuh dengan niat ikhlas demi Allah subhanahu wata’ala. Sedangkan syahid dunia adalah orang yang meninggal dalam peperangan dengan motivasi yang bersifat duniawi.
Dalam hal pemulasaraan jenazah, kedua kategori syahid tersebut hanya wajib dikafani dan dikubur, sementara tidak wajib dimandikan dan dishalatkan. Namun, syahid akhirat adalah orang yang meninggal dalam kondisi tertentu seperti saat melahirkan, tenggelam, tertimbun, terbakar, atau dalam situasi lainnya. Mereka wajib dipulasara seperti jenazah non-syahid, yakni dengan mandi jenazah, kafan, shalat jenazah, dan penguburan.
Dalam kasus di mana jasad jenazah rusak parah atau tidak utuh akibat bencana atau kecelakaan, pemulasaraan tetap dilakukan selama jasad masih dapat ditemukan. Jika mandi jenazah dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut, tayamum dapat dilakukan sebagai pengganti. Jika yang ditemukan hanya potongan tubuh, potongan tersebut tetap dimandikan, dishalatkan secara utuh, dan kemudian dikuburkan.
Dalam keadaan normal, tidak diperbolehkan mengubur dua jenazah dalam satu liang kubur. Namun, dalam keadaan darurat seperti jumlah jenazah yang banyak dan sulit untuk mengubur secara terpisah, penguburan massal dapat dilakukan sesuai kebutuhan.
Setiap mayit akan menghadapi fitnah kubur setelah kematiannya, di mana Malaikat akan menguji mereka dengan pertanyaan-pertanyaan. Baik jenazah yang ditemukan maupun yang tidak, termasuk yang mengalami kematian dalam kondisi sulit seperti tenggelam, terbakar, atau dimakan hewan buas, akan mengalami ujian ini. Mereka juga akan menerima nikmat atau siksa kubur berdasarkan ujian tersebut.
Penggunaan istilah “fitnah kubur” merujuk pada ujian yang dihadapi oleh mayit setelah dimakamkan. Alam kubur dianggap sebagai bagian dari alam ghaib yang tidak bisa dijangkau oleh manusia secara langsung. Fitnah ini merupakan bagian dari ujian setelah kematian yang harus dihadapi oleh setiap individu.
Dengan memahami prosedur pemulasaraan jenazah yang sesuai dengan ajaran agama dan perspektif tasawuf, kita dapat memberikan penghormatan terakhir kepada orang yang meninggal akibat kecelakaan atau bencana dengan penuh keikhlasan dan ketundukan kepada takdir Ilahi.