Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang telah baligh, berakal, mampu, serta suci dari haid dan nifas. Namun, terdapat pengecualian bagi orang yang diperbolehkan untuk tidak berpuasa, salah satunya adalah bagi orang yang sedang sakit atau dalam perjalanan.
Dalam konteks seorang sopir bus antarkota, apakah ia boleh tidak berpuasa sesuai dengan fiqih Islam? Menurut penjelasan ulama, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar seorang musafir diperbolehkan untuk tidak berpuasa, antara lain perjalanannya harus panjang (minimal 83 km), tidak dilarang syariat, dan telah berstatus sebagai musafir sebelum fajar.
Jika seorang sopir bus antarkota memenuhi ketiga syarat tersebut, maka ia diperbolehkan untuk tidak berpuasa namun wajib menggantinya di hari-hari lain. Meskipun diizinkan untuk tidak berpuasa, sebaiknya tetap berpuasa jika kondisi kesehatan memungkinkan.
Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama terkait kebolehan tidak berpuasa bagi sopir bus antarkota yang selalu dalam perjalanan. Menurut pendapat kuat dalam fiqih, orang yang terus-menerus melakukan perjalanan tidak diperbolehkan untuk tidak berpuasa karena hal ini dapat mengakibatkan gugurnya kewajiban secara keseluruhan.
Dalam kesimpulannya, seorang sopir bus antarkota sebaiknya tetap menjalankan puasa Ramadhan kecuali dalam kondisi tertentu yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam fiqih. Keputusan akhir tetap tergantung pada penilaian masing-masing individu sesuai dengan keyakinan dan pemahaman agamanya. Semoga informasi ini bermanfaat dalam memahami hukum puasa bagi sopir bus antarkota dalam perspektif fiqih Islam.