Pertanyaan mengenai hukum mengubur ari-ari bayi disertai tulisan Al-Fatihah menjadi topik diskusi menarik dalam konteks keagamaan. Sebagian besar ulama sepakat bahwa mengubur ari-ari bayi, baik yang terpisah dari tubuhnya maupun saat bayi tersebut masih hidup, merupakan tindakan yang dianjurkan untuk menghormati dan memuliakan.
Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat mengenai kebolehan menuliskan tulisan agama, seperti surat Al-Fatihah, pada ari-ari yang akan dikuburkan. Beberapa ulama memperbolehkannya dengan alasan tabaruk (mencari berkah) dan sejenisnya, sementara yang lain melarang hal ini karena khawatir tulisan tersebut akan menjadi najis ketika jasad membusuk di dalam kubur.
Dari sudut pandang mazhab Hanafi, terdapat pandangan yang memperbolehkan penulisan doa-doa tertentu pada jenazah. Namun, beberapa ulama Syafi’iyah menegaskan larangan menulis tulisan suci pada kain kafan karena dianggap dapat menghina dan menjadikan najis saat jasad membusuk.
Untuk menjawab persoalan ini, beberapa ulama menyarankan solusi dengan menuliskan kalimat-kalimat mulia tanpa tinta, seperti “bismillahirrahmanirrahim” di jidat mayit dan “laa ilaaha illallaahu muhammadurrasulullah” di dada mayit setelah proses mandi jenazah sebelum dikafani.
Secara kesimpulan, hukum mengubur ari-ari disertai tulisan surat Al-Fatihah atau kalimat agama lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Dilarang bagi yang mengikuti pendapat ulama yang melarang menulis kalimat-kalimat suci pada kafan mayit.
- Diperbolehkan bagi yang mengikuti pendapat ulama yang memperbolehkannya.
Jika ingin menuliskan surat Al-Fatihah atau kalimat agama lainnya pada ari-ari yang akan dikuburkan, disarankan untuk menggunakan jari tanpa tinta. Hal ini bertujuan untuk tetap mendapatkan tabaruk dan berkah dari tulisan tersebut sambil menjauhi kemungkinan menjadikannya najis.
Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang baik serta bermanfaat bagi pembaca. Kami senantiasa terbuka untuk menerima masukan dan kritik guna penyempurnaan informasi yang disampaikan.
