Pada awal tahun 2020, Jakarta dilanda banjir luar biasa yang mengakibatkan beberapa titik rendah di kota tersebut terendam air. Lebih dari 200 relawan turun ke lokasi bencana untuk membantu evakuasi warga korban banjir. Namun, sebagian dari mereka terpaksa meninggalkan shalat akibat kesibukan dalam evakuasi tersebut.
Dalam ajaran Islam, kewajiban shalat tetap berlaku bagi setiap individu yang sudah baligh dan berakal. Meskipun demikian, dalam situasi tertentu seperti sakit, seseorang tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat meskipun dengan cara yang berbeda dari orang sehat.
Perempuan yang sedang mengalami menstruasi atau nifas diberi keringanan untuk tidak melaksanakan shalat dan tidak diwajibkan mengqadha shalat menurut mazhab Syafi’I.
Dalam kondisi uzur atau darurat, seseorang diperbolehkan untuk membatalkan shalat atau menunda pelaksanaannya dari waktu semestinya. Contohnya, ketika seseorang terlibat dalam evakuasi harta benda atau aset milik korban bencana yang perlu diselamatkan.
Hal serupa juga berlaku ketika khawatir terjadi kebakaran, kerusakan harta benda, atau serangan binatang terhadap ternak. Dalam hal ini, pembatalan shalat demi menyelamatkan jiwa atau harta benda termasuk dalam upaya penyelamatan yang dibolehkan.
Bagi para relawan bencana, disarankan untuk tetap menjaga kewajiban shalat pada waktunya selama upaya evakuasi masih memungkinkan. Namun, dalam situasi darurat di mana korban membutuhkan pertolongan segera dan relawan terbatas, penundaan shalat dari waktu semestinya bisa diambil sebagai langkah terakhir.
Semoga pengertian ini dapat memberikan pemahaman yang baik. Kritik dan saran selalu kami terima untuk perbaikan lebih lanjut.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb.