Pesta seks di surga telah menjadi topik hangat dalam perbincangan masyarakat belakangan ini. Namun, penting untuk memahami bahwa konsep “pesta seks” tidak ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Sebagai gantinya, kita dapat mengartikan “pesta” sebagai perjamuan atau perayaan.
Dalam konteks ini, hubungan seksual di surga dipahami sebagai salah satu nikmat yang Allah anugerahkan. Dalam agama, hubungan intim tersebut diatur melalui perkawinan. Syariat nikah telah ada sejak zaman Nabi Adam AS dan berlanjut hingga ke surga. Namun, penting untuk dicatat bahwa hubungan seksual di surga tidak sama dengan “pesta seks” yang dikonotasikan sebagai perayaan bebas tanpa aturan.
Menurut penjelasan dalam Hasyiyatul Baijuri dan Hasyiyah I’anatut Thalibin, hubungan seksual di surga tetap memiliki aturan yang harus diikuti. Sebagai contoh, seseorang tidak diperbolehkan menikahi ibu atau anak perempuannya di surga. Tujuan utama dari perkawinan di dunia, seperti menjaga keturunan dan merasakan kenikmatan, juga tetap relevan di surga.
Dalam konteks surga, tujuan ketiga perkawinan (kenikmatan) tetap berlaku karena di surga tidak ada lagi konsep beranak pinak atau penahanan dorongan seksual yang merugikan. Meskipun kenikmatan seksual ada, hal tersebut tetap diatur melalui perkawinan dan ketentuan yang berlaku.
Dengan demikian, penting bagi para penjelajah agama dan pemuka agama untuk memberikan penjelasan yang tepat mengenai nikmat surga agar tidak menimbulkan kebingungan atau kesalahpahaman di masyarakat. Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai konsep hubungan seksual di surga.