- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Hukum Pejabat Tinggi Negara dalam Melakukan Bisnis

Google Search Widget

Dalam menjalankan amanah sebagai pejabat negara seperti menteri, gubernur, bupati, atau jabatan lainnya, seorang pejabat seharusnya memikirkan tanggung jawabnya sebagai pemimpin masyarakat. Sebagai pemimpin, mereka seharusnya melayani masyarakat tanpa adanya kepentingan pribadi yang merugikan pihak lain.

Pejabat dengan kewenangan yang dimilikinya tidak diperbolehkan menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, termasuk dalam hal bisnis. Jika seorang pejabat membuat kebijakan yang menguntungkan bisnis pribadinya, hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan yang serius.

Dalam perspektif agama, bisnis yang dilakukan oleh pejabat tinggi negara seperti hakim disoroti sebagai perbuatan yang makruh. Disarankan bagi hakim untuk menggunakan perantara yang tidak dikenal publik jika ingin berbisnis, guna menghindari perlakuan istimewa yang dapat dianggap seperti hadiah.

Namun, ada pengecualian jika seorang pejabat memang benar-benar membutuhkan bisnis tersebut untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya, terutama jika tunjangan atau gaji yang diterima tidak mencukupi. Contohnya, Khalifah Abu Bakar RA melakukan bisnis di pasar, namun para sahabat memberikan tunjangan agar kebutuhannya terpenuhi.

Ibnu Khaldun memberikan peringatan keras terkait bisnis yang dilakukan oleh penguasa, bahwa hal tersebut dapat merugikan rakyat dan mengurangi pendapatan negara. Khalifah Umar bin Abdul Aziz bahkan melarang para pejabatnya untuk berbisnis karena khawatir akan adanya monopoli dan kebijakan yang merugikan.

 

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bagi pejabat tinggi negara sebaiknya menghindari bisnis yang berpotensi konflik kepentingan dengan kewenangan yang dimilikinya. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan adil dalam menjalankan tugas sebagai pemimpin masyarakat.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?