Dalam beberapa kesempatan khutbah, seringkali kita menemui kondisi di mana khotib menyampaikan materi yang sangat menyinggung perasaan, seperti menjelek-jelekkan orang lain dan memusuhi kelompok lain secara terang-terangan. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah seharusnya kita mengintrupsi khutbah tersebut atau melakukan langkah lain.
Rukun khutbah memiliki lima unsur, di antaranya adalah memuji Allah, membaca shalawat kepada Rasulullah, wasiat untuk bertakwa kepada Allah, mendoakan orang-orang mukmin, dan membaca ayat al-Qur`an minimal satu ayat. Jika salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi, maka khutbah tersebut tidak sah dan mengakibatkan tidak sahnya shalat Jumat. Dalam kondisi seperti ini, disarankan untuk melakukan shalat Dhuha sebagai gantinya.
Terkait dengan menginterupsi khotib yang menyampaikan isi khutbah yang menyinggung, pada prinsipnya para fuqaha` sepakat bahwa berbicara saat khutbah tidak diperbolehkan. Namun, pandangan dari madzhab Maliki menarik untuk diperhatikan. Menurut mereka, berbicara ketika imam sedang berkhutbah atau duduk di antara dua khutbah diharamkan. Larangan berbicara ini berlaku bagi semua jamaah, baik yang mendengarkan khutbah maupun tidak.
Dalam konteks jika isi khutbah imam tidak jelas atau tidak tepat, seperti memuji orang yang tak layak dipuji atau mencaci orang tanpa alasan yang jelas, larangan berbicara tersebut menjadi tidak berlaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdurrahman al-Juzairi dalam kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba`ah.
Meskipun dalam pandangan madzhab Maliki menginterupsi khotib yang menyakiti perasaan bisa diperbolehkan jika masuk dalam kategori yang benar, namun hal ini harus didasari oleh pengetahuan yang kuat. Jika khotib tidak merespons interupsi atau peringatan dengan baik, sebaiknya tetap menjaga etika dalam memberikan masukan setelah shalat Jumat berakhir.
Interupsi pada khotib sebaiknya dilakukan dengan santun dan penuh hormat, serta tetap menjaga kemuliaan masjid. Keputusan untuk menginterupsi khotib harus dipertimbangkan secara matang dan tidak dilakukan tanpa dasar yang kuat. Demi menjaga keharmonisan dan kekhusyukan dalam ibadah kita.