Dalam ajaran agama Islam, qadla puasa yang ditinggalkan merupakan masalah yang sering muncul dan perlu mendapat penjelasan yang jelas. Berdasarkan pandangan dari beberapa madzhab, terdapat perbedaan dalam hal kewajiban qadla dan kaffarat untuk orang yang sengaja meninggalkan puasa tanpa alasan yang dibenarkan syara`.
Menurut madzhab Hanafi dan Maliki, seseorang yang dengan sengaja membatalkan puasa tanpa alasan yang sah harus mengqadla` serta membayar kaffarat atau denda. Pandangan ini juga dianut oleh madzhab Hanbali sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah. Di sisi lain, madzhab Syafii berpendapat bahwa tidak ada kewajiban kaffarat dalam kasus ini, karena menurut mereka kaffarat hanya berlaku dalam kasus jima’.
Terkait penundaan pelaksanaan qadla puasa sampai Ramadhan berikutnya, mayoritas ulama sepakat bahwa orang yang tanpa alasan yang dibenarkan syara
menunda qadla` hingga Ramadhan berikutnya wajib membayar fidyah. Besarnya fidyah yang harus dibayarkan adalah 1 mud atau sekitar 7 ons beras untuk setiap puasa yang ditinggalkan, yang kemudian diberikan kepada orang miskin.
Dalam pandangan yang kuat dalam madzhab Syafi’i, fidyah bisa berlipat ganda sesuai dengan tahun-tahun penundanya. Namun, dalam madzhab Maliki dan Hanbali, fidyah tidak berlipat ganda. Sehingga, penting bagi umat Islam untuk memahami hukum serta konsekuensi dari meninggalkan qadla puasa, dan melaksanakannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Selain melaksanakan qadla puasa dan membayar fidyah, disarankan pula untuk memperbanyak istighfar, shalat sunnah, dan berbuat kebajikan kepada sesama. Semoga dengan menjalankan ajaran agama dengan baik, kita dapat mendapatkan hidayah dan kekuatan untuk menjadi hamba yang lebih baik di masa depan.