Ibadah haji memiliki beragam hukum yang diatur berdasarkan kondisi dan status individu. Hukum haji dapat menjadi fardhu ‘ain, fardhu kifayah, atau tathawwu, tergantung pada keadaan masing-masing orang.
Menurut penjelasan Syekh M Nawawi Al-Bantani, pelaksanaan haji hanya wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu dan memenuhi syarat yang ditetapkan dalam hukum fiqih. Namun, haji dapat menjadi wajib lebih dari sekali dalam situasi tertentu, seperti haji nazar, haji qadha, dan haji fardhu kifayah untuk mensyiarkan Ka’bah setiap tahunnya.
Pendapat yang sama juga ditegaskan oleh Syekh M Khatib As-Syarbini berdasarkan hadits fi’li dan qauli. Hadits fi’li menunjukkan bahwa Rasulullah saw hanya melaksanakan haji sekali seumur hidupnya. Sementara hadits qauli mengenai kewajiban ibadah haji per tahun atau sekali seumur hidup.
Hukum ibadah haji dapat dibedakan menjadi fardhu ‘ain, fardhu kifayah, dan tathawwu. Fardhu ‘ain merupakan kewajiban individu sekali seumur hidup bagi yang belum pernah melaksanakannya dan telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan fardhu kifayah adalah kewajiban kolektif yang gugur jika ada sebagian orang yang telah mensyiarkan Ka’bah dengan melakukan ibadah haji dan umrah setiap tahun.
Demikian pula, umrah wajib juga hanya dituntut dilakukan sekali seumur hidup, sesuai dengan pandangan Imam An-Nawawi. Ibadah umrah diwajibkan bagi mereka yang mampu dengan ketentuan yang sama seperti ibadah haji.
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa haji memiliki variasi hukum berdasarkan kondisi individu, baik sebagai kewajiban individu maupun kolektif. Ibadah haji dan umrah merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang harus dipahami dengan baik oleh umat Muslim.