Banjir seringkali menjadi musibah yang mengganggu kehidupan sehari-hari masyarakat, bahkan dapat menyebabkan kerugian besar dan korban jiwa. Dalam konteks ini, penggolongan bencana banjir sebagai musibah sesuai dengan definisi musibah yang disampaikan oleh Syekh Ismail Haqqy dalam kitabnya, Tafsir Ruh al-Bayan, yang menyatakan bahwa musibah adalah segala hal yang menimpa manusia berupa hal yang tidak menyenangkan.
Pemahaman tentang musibah ini sebenarnya didasarkan pada salah satu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Ikrimah. Hadits tersebut menggambarkan bahwa segala sesuatu yang menyakiti atau menyusahkan orang mukmin dapat disebut sebagai musibah.
Dalam situasi banjir, penting bagi korban banjir untuk tetap menjalankan kewajiban agama sehari-hari, seperti menjalankan ibadah shalat yang wajib dilakukan lima kali sehari. Namun, sebelum melaksanakan shalat, korban banjir perlu bersuci terlebih dahulu, baik dengan wudhu untuk hadats kecil maupun mandi besar untuk hadats besar.
Korban banjir disarankan untuk mencari air bersih di sekitarnya untuk bersuci jika memungkinkan, seperti menggunakan air dari keran yang masih berfungsi, bantuan air PDAM, atau sumber air lain yang layak digunakan. Meskipun demikian, boleh bagi korban banjir untuk berwudhu dengan air banjir yang keruh akibat terkena tanah dan debu, selama air tersebut tidak mengandung komponen najis atau komponen selain tanah dan debu yang mengubah warna, rasa, atau bau air.
Hal ini diperbolehkan untuk memudahkan masyarakat dalam bersuci, mengingat air keruh yang bercampur tanah dan debu merupakan hal yang lazim ditemui sehari-hari. Selain itu, air yang keruh akibat debu hanya akan memperkeruh warna air tanpa mengubah kemutlakan nama air.
Namun, jika korban banjir yakin bahwa perubahan air banjir di sekitarnya lebih disebabkan oleh faktor lain selain tanah, seperti sampah, najis, atau benda lain yang mengubah sifat air secara signifikan, maka air tersebut tidak dapat digunakan untuk bersuci. Namun, jika masih terdapat keraguan mengenai perubahan air banjir tersebut, maka air tersebut tetap dianggap suci dan dapat digunakan untuk bersuci.
Sebagai kesimpulan, disarankan bagi korban banjir untuk mencari air bersih dan jernih dalam bersuci agar terhindar dari dampak negatif penggunaan air kotor. Meskipun demikian, penggunaan air banjir yang keruh masih diperbolehkan selama perubahan air tersebut bukan disebabkan oleh faktor selain tanah dan debu. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi panduan bagi mereka yang terdampak banjir.