Sembahyang lima waktu merupakan kewajiban bagi setiap muslim, tetapi bagaimana dengan orang yang sakit atau menghadapi halangan lain? Dalam agama Islam, terdapat ketentuan yang memperbolehkan orang yang berhalangan untuk menjalankan sembahyang dengan cara tertentu.
Menurut penjelasan dalam Fathul Mu‘in, seseorang yang sakit diperbolehkan untuk menjamak dua sembahyang, baik dengan menyatukan waktu (taqdim) maupun menunda (ta‘khir). Hal ini dapat dilakukan agar sesuai dengan kondisi kesehatan yang sedang dialami. Jika sakitnya semakin parah pada waktu-waktu tertentu, orang tersebut dapat memilih metode jamak yang paling sesuai.
Adapun jenis penyakit yang memungkinkan seseorang untuk menjamak sembahyang haruslah benar-benar menghalangi pelaksanaan sembahyang pada waktunya, seperti kesulitan gerak yang mirip dengan kesulitan bergerak di tengah hujan lebat.
Namun, tidak semua sakit memungkinkan untuk dilakukan jamak. Sakit ringan seperti sakit kepala ringan atau badan sedikit meriang tidaklah dianggap sebagai alasan untuk menjamak dua sembahyang.
Selain dari segi kesehatan, ketentuan mengenai kemacetan lalu lintas atau transportasi umum juga harus dipertimbangkan. Tingkat kesulitan dan kemacetan harus sebanding dengan kesulitan yang dialami dalam menjalankan sembahyang tepat waktu.
Ketentuan ini dibuat oleh para ulama agar umat Islam memiliki pedoman yang jelas dalam menjalankan ibadah, baik bagi mereka yang berhalangan maupun yang sehat. Dengan demikian, diharapkan tidak ada yang memaksakan diri atau mengambil jalan pintas dalam menjalankan kewajiban agama.