Salam sejahtera untuk kita semua,
Mencukur atau mencabut bulu ketiak sering kali menjadi perbincangan di kalangan umat Islam. Dalam kitab-kitab fiqih yang beredar, kita sering disarankan untuk mencabut bulu ketiak secara berkala. Namun, apakah tindakan ini benar-benar dianjurkan?
Dalam perspektif mazhab Syafi’iyah, terdapat pandangan dari dua ulama terkemuka, yaitu Imam Al-Ghazali dan Imam An-Nawawi, terkait masalah ini.
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin menegaskan pentingnya membersihkan bulu ketiak dengan mencabutnya setiap 40 hari sekali. Bagi yang terbiasa melakukan tindakan ini, anjuran tersebut berlaku.
Namun, bagaimana jika seseorang memilih untuk mencukur bulu ketiak? Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa bagi yang terbiasa mencukur, tindakan mencukur cukup dilakukan. Tujuannya tetap untuk menjaga kebersihan dan mencegah kotoran menumpuk di sela-sela lipatan kulit.
Di sisi lain, Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ juga mengemukakan pandangannya. Beliau menyebutkan bahwa pencabutan bulu ketiak merupakan sunnah yang dilakukan secara periodik, mirip dengan pemotongan kuku. Jika seseorang memilih untuk mencukur, itu pun diperbolehkan.
Tak hanya itu, Imam An-Nawawi juga menambahkan bahwa membersihkan bulu ketiak dengan obat penghilang bulu juga tidak menjadi masalah dalam pandangan agama.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa baik mencabut maupun mencukur bulu ketiak memiliki dasar yang sah dalam pandangan fiqih Islam. Yang terpenting, kebersihan dan menjaga kesehatan tubuh tetap menjadi prioritas utama.
Semoga penjelasan singkat ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas terkait tindakan mencukur atau mencabut bulu ketiak dalam perspektif fiqih Islam. Kami senantiasa terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari pembaca.
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam hangat, Redaksi Bahtsul Masail NU Online