Dalam kajian agama Islam, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai status najis hewan anjing. Salah satunya adalah perbedaan pandangan antara Mazhab Malik dan Daud Az-Zhahiri yang menganggap anjing suci, dengan Mazhab Syafi’i yang memandang anjing sebagai najis tingkat berat (mughallazhah).
Menurut Mazhab Syafi’i, benda suci yang terkena najis mughallazhah seperti liur, keringat, atau sentuhan fisik dalam kondisi basah harus dibasuh sebanyak tujuh kali setelah zat najis tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan hukum syariat yang dijelaskan dalam kitab Riyadhul Badi’ah.
Meskipun demikian, Mazhab Syafi’i juga memiliki ketentuan bahwa barang suci tidak akan menjadi najis mughallazhah jika bersentuhan dengan anjing dalam kondisi kering. Sentuhan antara barang suci dan anjing harus melibatkan sentuhan dari kedua belah pihak atau salah satu pihak dalam keadaan basah agar dianggap menyebabkan najis mughallazhah.
Mengacu pada pertanyaan mengenai jejak kaki anjing yang meninggalkan bekas pada teras kayu dalam kondisi kering, sebelum melakukan proses pencucian sebanyak tujuh kali seperti yang disyaratkan dalam Mazhab Syafi’i, penting untuk menghilangkan jejak kaki tersebut terlebih dahulu.
Dengan demikian, pemahaman mengenai status najis anjing menurut perspektif Mazhab Syafi’i menjadi penting untuk diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi panduan bagi kita dalam menjalankan ajaran agama dengan baik.
Terima kasih atas perhatiannya.
Salam,
Redaksi Blog Agama.