Pertanyaan seputar penggunaan minyak wangi yang mengandung alkohol dalam sembahyang seringkali menimbulkan keraguan bagi sebagian orang. Pasalnya, alkohol dianggap sebagai zat najis menurut keyakinan tertentu. Namun, dalam bidang kimia, alkohol merujuk pada sekelompok senyawa organik yang mengandung gugus OH yang biasanya terikat pada rantai parafin. Salah satu jenis alkohol yang umum adalah etanol, yang merupakan zat cair tak berwarna dengan aroma menyegarkan.
Alkohol memiliki beragam kegunaan dalam berbagai industri, termasuk sebagai pelarut, bahan dasar untuk sintesis kimia, bahan dalam industri minuman keras, serta industri minyak wangi. Spiritus sendiri merupakan larutan alkohol dalam air dengan kadar alkohol sekitar 85%, seringkali diberi warna biru untuk identifikasi. Meskipun awalnya diproduksi untuk minuman keras, spiritus dengan kadar alkohol yang lebih tinggi (70-96%) tidak lagi digunakan untuk konsumsi manusia.
Dalam konteks pembuatan alkohol, bahan baku yang digunakan berasal dari sumber-sumber yang dianggap suci, seperti tebu, bit, buah-buahan, kentang, dan lainnya. Hal ini berbeda dengan kasus di India di mana alkohol dapat dibuat dari bahan yang dianggap najis, seperti tahi sapi. Oleh karena itu, kehalalan atau keharaman alkohol tergantung pada asal-usulnya. Jika berasal dari bahan suci, maka dianggap suci pula; namun jika berasal dari bahan najis, maka dianggap najis pula.
Dalam pandangan agama Islam, arak atau minuman keras secara tegas diharamkan dan dianggap sebagai najis. Namun, alkohol yang bukan dikonsumsi sebagai minuman memiliki hukum yang berbeda. Beberapa ulama menyatakan bahwa alkohol seperti spiritus bukanlah minuman sehari-hari sehingga tidak memiliki hukum yang sama dengan minuman keras. Namun demikian, pendapat tentang kehalalan alkohol yang digunakan dalam sembahyang tetap menjadi perdebatan di kalangan umat Islam.
Dalam konteks fatwa, terdapat perbedaan pendapat di antara ulama tentang kehalalan penggunaan minyak wangi yang mengandung alkohol dalam sembahyang. Beberapa ulama berpendapat bahwa alkohol seperti yang terdapat dalam spiritus tidak termasuk zat najis sehingga tidak membuat suci benda-benda yang dicampur dengannya. Namun demikian, perbedaan pendapat ini menunjukkan kompleksitas dalam menentukan status hukum penggunaan minyak wangi yang mengandung alkohol dalam ibadah.
Pada akhirnya, keputusan mengenai penggunaan minyak wangi yang mengandung alkohol dalam sembahyang menjadi persoalan interpretasi dan keyakinan masing-masing individu. Penting bagi umat Islam untuk memahami landasan agama dan kaidah-kaidah hukum Islam secara komprehensif sebelum mengambil keputusan terkait hal ini. Selain itu, konsultasi dengan ulama atau ahli agama juga dapat membantu menjelaskan perspektif yang lebih mendalam dalam menyikapi kontroversi ini.