Dalam proses lamaran pernikahan, seringkali muncul pertanyaan mengenai penarikan kembali seserahan oleh pihak laki-laki apabila pernikahan dibatalkan. Persoalan ini seringkali menjadi perdebatan di kalangan ulama dari berbagai mazhab.
Mazhab Hanafi, misalnya, menganggap bahwa seserahan yang dibawa pihak laki-laki merupakan hibah. Dalam pandangan mereka, pihak laki-laki berhak menarik kembali seserahan selama barang tersebut masih utuh dan belum mengalami perubahan.
Di sisi lain, ulama Mazhab Maliki memandang bahwa penarikan kembali seserahan tergantung pada siapa yang menginisiasi pembatalan pernikahan. Jika pembatalan datang dari pihak perempuan, maka pihak laki-laki berhak mengambil kembali seserahannya. Namun, jika pembatalan tersebut berasal dari pihak laki-laki, maka pihak laki-laki tidak berhak menariknya kembali.
Sementara itu, Mazhab Syafi’i dan Hanbali berpendapat bahwa orang yang memberikan sesuatu sebagai hadiah tidak berhak menariknya kembali, kecuali jika pihak yang memberikan hadiah tersebut adalah orang tua kepada anaknya.
Penting untuk dicatat bahwa aturan-aturan ini berlaku untuk barang seserahan yang bukan merupakan mahar. Sebagian seserahan yang dimaksudkan sebagai mahar tetap menjadi hak laki-laki selama belum ada kesepakatan akad.
Dari beragam pendapat ulama tersebut, disarankan agar kedua belah pihak yang membatalkan pernikahan dapat menyelesaikan masalah ini secara baik-baik dan menjaga semangat persaudaraan. Kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menangani hal ini tentu akan membawa kebaikan bagi semua pihak yang terlibat.
Semoga pemahaman ini dapat membantu menjelaskan permasalahan seputar penarikan kembali seserahan dalam konteks lamaran pernikahan. Tetaplah terbuka untuk menerima masukan dan kritik dari berbagai pihak demi tercapainya penyelesaian yang adil dan baik. Semoga segala urusan kita senantiasa mendapat kemudahan dan keberkahan. Terima kasih.