- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Pandangan Ulama Mengenai Kenajisan Babi dalam Fikih Islam

Google Search Widget

Dalam literatur fikih Madzhab Syafi’i, babi dianggap sebagai binatang yang najis. Hal ini didasarkan pada penggunaan qiyas atau analogi, di mana kenajisan babi diqiyaskan dengan kenajisan anjing. Hadits yang menyatakan anjing sebagai najis digunakan sebagai dasar untuk menyatakan kenajisan babi.

Para ulama Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa babi adalah binatang yang najis karena kondisinya dianggap lebih buruk daripada anjing. Bahkan, dianjurkan untuk membunuh babi meskipun tidak membahayakan. Selain itu, keharaman babi juga sudah diatur secara jelas.

Namun, pandangan Madzhab Maliki menyatakan sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa babi tidak najis ketika dalam kondisi hidup. Pandangan ini didukung dengan kesucian babi dalam kitab rujukan Madzhab Maliki, yaitu kitab Asy-Syarhul Kabir yang ditulis Ad-Dardiri. Menurut pandangan ini, semua binatang yang hidup dianggap suci.

Perbedaan pendapat muncul terutama ketika membahas kenajisan babi dalam keadaan hidup. Mayoritas ulama menyatakan bahwa babi adalah najis karena diqiyaskan dengan anjing. Namun, Madzhab Maliki memandang bahwa babi tidak najis saat hidup karena prinsip dasar bahwa yang hidup adalah suci.

Dalam kesimpulannya, soal kenajisan babi saat dalam keadaan mati sudah disepakati oleh para ulama, namun perbedaan pendapat muncul ketika babi dalam kondisi hidup. Hal ini menunjukkan pentingnya sikap bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara ulama.

 

Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai pandangan ulama terkait kenajisan babi dalam fikih Islam. Kita selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari pembaca.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

January 13

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?